Selasa, 20 Desember 2011

Apakah Musik Dapat Meningkatkan Kemampuan Berbahasa???

Beberapa orangtua memutarkan musik Mozart untuk bayinya dengan harapan buah hatinya tumbuh menjadi anak yang jenius atau paling tidak memberinya pengalaman ketika mulai bersekolah. Di lain pihak irama musik ternyata juga dapat digunakan untuk melatih kemampuan berbahasa. Paling tidak inilah pengaruh yang terlihat dari kemampuan para pemusik dalam membedakan lafal ucapan. Para pemusik memiliki kemampuan lebih baik dalam membedakan suara ucapan dibanding selain pemusik. Temuan hasil penelitian ini kemungkinan dapat juga menjelaskan mengapa terapi musik kadang-kadang membantu anak-anak belajar berbahasa dan membaca.Kemampuan berkata sudah dilatih sejak bayi dari percakapan orang-orang di sekitarnya. Namun, mendengarkan orang bercakap-cakap relatif lebih kompleks dari yang diperkirakan. Otak harus menyusun satu suara tunggal - disebut fonem - yang menyusun kata dengan tepat dan tidak boleh tertukar. Misalnya, membedakan antara ucapan "ba" dan "da" yang hanya berselisih 40 milidetik. Masalah dalam membedakan keduanya merupakan penyebab kesulitan membaca pada anak-anak penderita disleksia. Tapi, penelitian telah menunjukkan bahwa menyanyi dan permainan irama akan memperbaiki cara pengucapan dan kemampuan berbahasa para penderita disleksia. Itulah yang membuat Gaab dari Massachusetts Institute of Technology di Cambridge penasaran apakah musik dapat meningkatkan kemampuan seorang anak untuk membedakan perubahan suara yang begitu cepat. Ia dan koleganya kemudian mengumpulkan 14 pemusik dewasa yang telah belajar musik sebelum berusia 7 tahun dan terus berlatih paling tidak beberapa jam setiap minggu. Mereka kemudian membandingkan kemampuan membedakan ucapannya dengan 14 orang selain pemusik yang memiliki umur, jenis kelamin, dan kemampuan dasar bahasa yang sama. Para peneliti memintanya untuk mendengarkan sepasang lafal ucapan yang mirip. Mereka diminta menyatakan apakah keduanya sama atau tidak. Kemudian, kedua lafal ucapan dibuat semakin mirip hingga mereka tidak dapat membedakannya sama sekali. Kelompok yang menguasai musik ternyata dapat membedakannya dengan lebih baik. Ketika pemusik dan selain pemusik dihadapkan pada sepasang lafal yang hanya berbeda frekuensi, atau disebut pitch, pemusik lebih mahir meskipun selisih waktunya sangat kecil. Mereka dapat mengenali perbedaan jarak antara vokal dan konsonan seperti pengucapan yang sangat mirip misalnya "ka" dan "ga". Saat waktu dan frekuensi dibedakan, misalnya pada perbedaan yang besar seperti "ba" dan "wa", para pemusik jauh lebih baik dalam membedakannya dibandingkan yang bukan pemusik. Latihan tersebut akan meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengkategorikan setiap bentuk ucapan sehingga mungkin inilah yang memperbaiki memori para pemusik. Demikian disampaikan Gaab dalam presentasinya di depan pertemuan Society of Neuroscience. Ahli ilmu otak (neuroscientist) Robert Zatorre dari McGill University di Montreal, Kanada, menyatakan bahwa kesimpulan ini sangat berarti. Namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan jenis latihan musik seperti apakah yang mungkin memperbaiki kemampuan berbahasa. Penelitian membuktikan bahwa musik, terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembangan IQ (Intelegent Quotien) dan EQ (Emotional Quotien). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan musik. Yang dimaksud musik di sini adalah musik yang memiliki irama teratur dan nada-nada yang teratur, bukan nada-nada "miring". Tingkat kedisiplinan anak yang sering mendengarkan musik juga lebih baik dibanding dengan anak yang jarang mendengarkan musik. Grace Sudargo, seorang musisi dan pendidik mengatakan, "Dasar-dasar musik klasik secara umum berasal dari ritme denyut nadi manusia sehingga ia berperan besar dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter, bahkan raga manusia".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar